NAMA
:DEDY FIRMANSYAH
KELAS
4EA14
NPM:13209510
TUGAS
ETIKA BISNIS
Istilah
Etika berasal dari bahasa Yunani kuno. Bentuk tunggal kata ‘etika’ yaitu ethos
sedangkan bentuk jamaknya yaitu ta etha. Ethos mempunyai banyak arti yaitu :
tempat tinggal yang biasa, padang rumput, kandang, kebiasaan/adat,
akhlak,watak, perasaan, sikap, cara berpikir. Sedangkan arti ta etha yaitu adat
kebiasaan.
Arti
dari bentuk jamak inilah yang melatar-belakangi terbentuknya istilah Etika yang
oleh Aristoteles dipakai untuk menunjukkan filsafat moral. Jadi, secara
etimologis (asal usul kata), etika mempunyai arti yaitu ilmu tentang apa yang
biasa dilakukan atau ilmu tentang adat kebiasaan (K.Bertens, 2000).
Biasanya
bila kita mengalami kesulitan untuk memahami arti sebuah kata maka kita akan
mencari arti kata tersebut dalam kamus. Tetapi ternyata tidak semua kamus
mencantumkan arti dari sebuah kata secara lengkap. Hal tersebut dapat kita
lihat dari perbandingan yang dilakukan oleh K. Bertens terhadap arti kata
‘etika’ yang terdapat dalam Kamus Bahasa Indonesia yang lama dengan Kamus
Bahasa Indonesia yang baru. Dalam Kamus Bahasa Indonesia yang lama
(Poerwadarminta, sejak 1953 – mengutip dari Bertens,2000), etika mempunyai arti
sebagai : “ilmu pengetahuan tentang asas-asas akhlak (moral)”. Sedangkan kata
‘etika’ dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia yang baru (Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan, 1988 – mengutip dari Bertens 2000), mempunyai arti :
1.
ilmu tentang apa yang baik dan apa yang
buruk dan tentang hak dan kewajiban moral (akhlak);
2.
kumpulan asas atau nilai yang berkenaan
dengan akhlak;
PENGERTIAN MORAL
Istilah
Moral berasal dari bahasa Latin. Bentuk tunggal kata ‘moral’ yaitu mos
sedangkan bentuk jamaknya yaitu mores yang masing-masing mempunyai arti yang
sama yaitu kebiasaan, adat. Bila kita membandingkan dengan arti kata ‘etika’,
maka secara etimologis, kata ’etika’ sama dengan kata ‘moral’ karena kedua kata
tersebut sama-sama mempunyai arti yaitu kebiasaan,adat. Dengan kata lain, kalau
arti kata ’moral’ sama dengan kata ‘etika’, maka rumusan arti kata ‘moral’
adalah nilai-nilai dan norma-norma yang menjadi pegangan bagi seseorang atau
suatu kelompok dalam mengatur tingkah lakunya. Sedangkan yang membedakan hanya
bahasa asalnya saja yaitu ‘etika’ dari bahasa Yunani dan ‘moral’ dari bahasa
Latin. Jadi bila kita mengatakan bahwa perbuatan pengedar narkotika itu tidak
bermoral, maka kita menganggap perbuatan orang itu melanggar nilai-nilai dan
norma-norma etis yang berlaku dalam masyarakat. Atau bila kita mengatakan bahwa
pemerkosa itu bermoral bejat, artinya orang tersebut berpegang pada nilai-nilai
dan norma-norma yang tidak baik.
‘Moralitas’
(dari kata sifat Latin moralis) mempunyai arti yang pada dasarnya sama dengan
‘moral’, hanya ada nada lebih abstrak. Berbicara tentang “moralitas suatu
perbuatan”, artinya segi moral suatu perbuatan atau baik buruknya perbuatan
tersebut. Moralitas adalah sifat moral atau keseluruhan asas dan nilai yang
berkenaan dengan baik dan buruk.
Norma
adalah ukuran atau pedoman perilaku manusia. Macam-macam norma terdiri dari
agama, kesusilaan, kesopanan, adat istiadat, kebiasaan dan hukum. Bentuknya ada
yang tertulis dan tidak tertulis. Sifatnya ada yang tegas dan kurang tegas.
Yang bersifat tegas ciri dari norma hukum. Yang kurang tegas ciri dari norma
lainnya.
Norma-norma yang
berlaku di masyarakat dapat diklasifikasikan menjadi 5 jenis, yaitu norma
agama, norma kesusilaan, norma kesopanan, norma kebiasaan, dan hukum.
1. NORMA AGAMA
Norma
agama adalah suatu norma yang berdasarkan ajaran atau kaidah suatu agama. Norma
ini bersifat mutlak dan mengharuskan ketaatan bagi para pemeluk dan
penganutnya. Yang taat akan diberikan keselamatan di akhirat, sedangkan yang
melanggar akan mendapat hukuman di akhirat. Agama bagi masyarakat Indonesia
mampu membentuk religius yang hidup penuh kesenangan jasmani dan rohani. Di
Indonesia, agama terbagi atas 5 bagian yaitu agama Islam, Kristen, Katolik,
Hindu, dan Budha.
Contoh :
ü Norma
agama Islam antara lain adalah kewajiban melaksanakan hukum Islam dan rukun
Imam.
ü Dalam
agama Kristen, kewajiban menjalankan sepuluh perintah Allah.
ü Dalam
agama hindu, kepercayaan terhadap reinkarnasi, yaitu adanya kelahiran kembali
bagi manusia yang telah meninggal sesuai karmanya, sesuai dengan kehidupan di
masa lampau.
2. NORMA KESUSILAAN
Norma
kesusilaan didasarkan pada hati nurani atau akhlak manusia. Norma kesusilaan
bersifat universal. Artinya, setiap orang di dunia ini memilikinya, hanya
bentuk dan perwujudannya saja yang berbeda. Misalnya, perilaku yang menyangkut
nilai kemanusiaan seperti pembunuhan, pemerkosaan, dan pengkhianatan, pada
umumnya ditolak oleh setiap masyarakat di mana pun.
3. NORMA KESOPANAN
Norma
kesopanan adalah norma yang berpangkal dari aturan tingkah laku yang berlaku di
masyarakat seperti cara berpakaian, cara bersikap dalam pergaulan, dan
berbicara. Norma ini bersifat relatif. Maksudnya, penerapannya berbeda di
berbagai tempat, lingkungan, dan waktu. Misalnya, menentukan kategori pantas
dalam berbusana antara tempat yang satu dengan yang lain terkadang berbeda.
Demikian pula antara masyarakat kaya dan masyarakat miskin.
Contoh :
ü tidak
memakai perhiasan dan pakaian yang mencolok ketika berkabung.
ü mengucapkan
terima kasih ketika mendapatkan pertolongan atau bantuan.
ü meminta
maaf ketika berbuat salah atau membuat kesal orang lain.
4. NORMA KEBIASAAN
Norma
kebiasaan merupakan hasil dari perbuatan yang dilakukan secara berulang-ulang
dalam bentuk yang sama sehingga menjadi kebiasaan. Orang yang tidak melakukan
norma ini biasanya dianggap aneh oleh lingkungan sekitarnya.
Contoh :
ü Kebiasaan
melakukan “selametan” atau doa bagi anak yang baru dilahirkan.
ü Kegiatan
mudik menjelang hari raya.
ü Acara
memperingati arwah orang yang sudah meninggal pada masyarakat Manggarai,
Flores.
5. NORMA HUKUM
Norma
hukum adalah himpunan petunjuk hidup atau perintah dan larangan yang mengatur
tata tertib dalam suatu masyarakat (negara). Sanksi norma hukum bersifat mengikat
dan memaksa. Sanksi ini dilaksanakan oleh suatu lembaga yang memiliki
kedaulatan, yaitu negara.
Ciri
norma hukum antara lain adalah diakui oleh masyarakat sebagai ketentuan yang
sah dan terdapat penegak hukum sebagai pihak yang berwenang memberikan sanksi.
Tujuan norma hukum adalah untuk menciptakan suasana aman dan tentram dalam
masyarakat.
Contoh :
ü Tidak
melakukan tindak kriminal, seperti mencuri, membunuh, menipu.
ü Wajib
membayar pajak.
ü Memberikan
kesaksian di muka siding pengadilan.
Istilah
Etika berasal dari bahasa Yunani kuno. Bentuk tunggal kata ‘etika’ yaitu ethos
sedangkan bentuk jamaknya yaitu ta etha. Ethos mempunyai banyak arti yaitu :
tempat tinggal yang biasa, padang rumput, kandang, kebiasaan/adat,
akhlak,watak, perasaan, sikap, cara berpikir. Sedangkan arti ta etha yaitu adat
kebiasaan.
Arti
dari bentuk jamak inilah yang melatar-belakangi terbentuknya istilah Etika yang
oleh Aristoteles dipakai untuk menunjukkan filsafat moral. Jadi, secara
etimologis (asal usul kata), etika mempunyai arti yaitu ilmu tentang apa yang
biasa dilakukan atau ilmu tentang adat kebiasaan (K.Bertens, 2000).
Biasanya
bila kita mengalami kesulitan untuk memahami arti sebuah kata maka kita akan
mencari arti kata tersebut dalam kamus. Tetapi ternyata tidak semua kamus
mencantumkan arti dari sebuah kata secara lengkap. Hal tersebut dapat kita
lihat dari perbandingan yang dilakukan oleh K. Bertens terhadap arti kata
‘etika’ yang terdapat dalam Kamus Bahasa Indonesia yang lama dengan Kamus
Bahasa Indonesia yang baru. Dalam Kamus Bahasa Indonesia yang lama
(Poerwadarminta, sejak 1953 – mengutip dari Bertens,2000), etika mempunyai arti
sebagai : “ilmu pengetahuan tentang asas-asas akhlak (moral)”. Sedangkan kata
‘etika’ dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia yang baru (Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan, 1988 – mengutip dari Bertens 2000), mempunyai arti :
1.
ilmu tentang apa yang baik dan apa yang
buruk dan tentang hak dan kewajiban moral (akhlak);
2.
kumpulan asas atau nilai yang berkenaan
dengan akhlak;
3.
nilai mengenai benar dan salah yang
dianut suatu golongan atau masyarakat.
Dari
perbadingan kedua kamus tersebut terlihat bahwa dalam Kamus Bahasa Indonesia
yang lama hanya terdapat satu arti saja yaitu etika sebagai ilmu. Sedangkan
Kamus Bahasa Indonesia yang baru memuat beberapa arti. Kalau kita misalnya
sedang membaca sebuah kalimat di berita surat kabar “Dalam dunia bisnis etika
merosot terus” maka kata ‘etika’ di sini bila dikaitkan dengan arti yang terdapat
dalam Kamus Bahasa Indonesia yang lama tersebut tidak cocok karena maksud dari
kata ‘etika’ dalam kalimat tersebut bukan etika sebagai ilmu melainkan ‘nilai
mengenai benar dan salah yang dianut suatu golongan atau masyarakat’. Jadi arti
kata ‘etika’ dalam Kamus Bahasa Indonesia yang lama tidak lengkap.
K.
Bertens berpendapat bahwa arti kata ‘etika’ dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia
tersebut dapat lebih dipertajam dan susunan atau urutannya lebih baik dibalik,
karena arti kata ke-3 lebih mendasar daripada arti kata ke-1. Sehingga arti dan
susunannya menjadi seperti berikut :
1. nilai dan norma
moral yang menjadi pegangan bagi seseorang atau suatu kelompok dalam mengatur
tingkah lakunya.
Misalnya, jika orang
berbicara tentang etika orang Jawa, etika agama Budha, etika Protestan dan
sebagainya, maka yang dimaksudkan etika di sini bukan etika sebagai ilmu
melainkan etika sebagai sistem nilai. Sistem nilai ini bisaberfungsi dalam
hidup manusia perorangan maupun pada taraf sosial.
2. kumpulan asas atau
nilai moral.
Yang dimaksud di sini
adalah kode etik. Contoh : Kode Etik Jurnalistik
3. ilmu tentang yang
baik atau buruk.
Etika baru menjadi ilmu
bila kemungkinan-kemungkinan etis (asas-asas dan nilai-nilai tentang yang
dianggap baik dan buruk) yang begitu saja diterima dalam suatu masyarakat dan
sering kali tanpa disadari menjadi bahan refleksi bagi suatu penelitian
sistematis dan metodis. Etika di sini sama artinya dengan filsafat moral.
1. Etika adalah niat,
apakah perbuatan itu boleh dilakukan atau tidak sesuai pertimbangan niat baik
atau buruk sebagai akibatnya. .
2. Etika adalah nurani
(bathiniah), bagaimana harus bersikap etis dan baik yang sesungguhnya timbul
dari kesadaran dirinya.
3. Etika bersifat
absolut, artinya tidak dapat ditawar-tawar lagi, kalau perbuatan baik mendapat
pujian dan yang salah harus mendapat sanksi.
4. Etika berlakunya,
tidak tergantung pada ada atau tidaknya orang lain yang hadir.
• Menurut Maryani &
Ludigdo : etika adalah seperangkat aturan atau norma atau pedoman yang mengatur
perilaku manusia,baik yang harus dilakukan maupun yang harus ditinggalkan yang
di anut oleh sekelompok atau segolongan masyarakat atau prifesi.
• Menurut Kamus Besar
Bahasa Indonesia: etika adalah nilai mengenai benar dan salah yang dianut suatu
golongan atau masyarakat.
• Menurut Aristoteles:
di dalam bukunya yang berjudul Etika Nikomacheia, Pengertian etika dibagi
menjadi dua yaitu, Terminius Technicus yang artinya etika dipelajari untuk ilmu
pengetahuan yang mempelajari masalah perbuatan atau tindakan manusia. dan yang
kedua yaitu, Manner dan Custom yang artinya membahas etika yang berkaitan
dengan tata cara dan kebiasaan (adat) yang melekat dalam kodrat manusia (in
herent in human nature) yang terikat dengan pengertian “baik dan buruk” suatu
tingkah laku atau perbuatan manusia.
• Menurut Kamus
Webster: etika adalah suatu ilmu yang mempelajari tentang apa yang baik dan
buruk secara moral.
• Menurut Ahli
filosofi: Etika adalah sebagai suatu studi formal tentang moral.
• Menurut Ahli
Sosiologi: Etika adalah dipandang sebagai adat istiadat,kebiasaan dan budaya
dalam berperilaku.
2. Definisi tentang
etika dapat di klasifikasikan menjadi tiga (3) jenis definisi, yaitu sebagai
berikut :
• Jenis Pertama, Etika
dipandang sebagai cabang filsafat yang khusus membicarakan tentang nilai baik
dan buruk dari perilaku manusia
• Jenis Kedua, Etika
dipandang sebagai ilmu pengetahuan yang membicarakan baik buruknya perilaku
manusia dalam kehidupan bersama.
• Jenis Ketiga, Etika
dipandang sebagai ilmu pengetahuan yang bersifat normatif, dan evaluatif yang
hanya memberikan nilai baik buruknya terh
Pengertian Etika Dalam
kamus umum Bahasa Indonesia, etika diartikan ilmu pengetahuan tentang asas-asas
akhlak (moral).
Menurut Martin [1993],
etika didefinisikan sebagai “the discipline which can act as the performance
index or reference for our control system”.
Etika adalah refleksi
dari apa yang disebut dengan “self control”, karena segala sesuatunya dibuat
dan diterapkan dari dan untuk kepentingan kelompok social (profesi) itu
sendiri.
Menurut Kamus Besar
Bahasa Indonesia,
etika adalah:
• Ilmu tentang apa yang
baik dan yang buruk, tentang hak dan kewajiban moral.
• Kumpulan asas/nilai
yang berkenaan dengan akhlak
• Nilai mengenai yang
benar dan salah yang dianut masyarakat.
Etika terbagi atas dua
:
Etika umum ialah etika
yang membahas tentang kondisi-kondisi dasar bagaimana manusia itu bertindak
secara etis. Etika inilah yang dijadikan dasar dan pegangan manusia untuk
bertindak dan digunakan sebagai tolok ukur penilaian baik buruknya suatu
tindakan.
Mitos
bisnis amoral, mitos bisnis immoral, mitos bisnis pengejar maksimalisasi
keuntungan dan mitos bisnis sebagai permainan. Mitos amoral mengungkapkan suatu
keyakinan bahwa bisnis adalah bisnis dan tidak dapat dicamputadukan dengan
moralitas, antara bisnis dan moralitas tidak ada kaitan apa-apa dank arena itu
merupaka kekeliruan kalau kegiatan bisnis dinilai dengan menggunakan tolak ukur
moralitas.
Demikian
juga bisnis immoral yang menganggap bahwa bisnis merupakan kegiatan tak terpuji
dan karenanya perlu dihindari. Sementara itu mitos bisnis sebagai pengejar
maksimalisasi keuntungan menganggap bisnis adalah kegiatan yang hanya
berhubungan dengan keuntungan-keuntungan semata. Demikian pula mitos bisnis
sebagai permainan menganggap bisnis sebagai arena kompetisi tertutup yang
menghasilkan atau suatu permainan judi dimana kemenangan menjadi tujuan utama.
PRINSIP – PRINSIP ETIKA
BISNIS
Menurut salah satu
sumber yang penulis kutip ada lima prinsip etika bisnis menurut Keraf
(1994:71-75) diantaranya adalah :
1. Prinsip Otonomi.
Otonomi adalah sikap dan kemampuan manusia untuk bertindak berdasarkan
kesadarannya sendiri. Bertindak secara otonom mengandaikan adanya kebebasan
mengambil keputusan dan bertindak menurut keputusan itu. Otonomi juga
mengandaikan adanya tanggung jawab. Dalam dunia bisnis, tanggung jawab
seseorang meliputi tanggung jawab terhadap dirinya sendiri, pemilik perusahaan,
konsumen, pemerintah, dan masyarakat.
2. Prinsip Kejujuran.
Prinsip kejujuran meliputi pemenuhan syarat-syarat perjanjian atau kontrak,
mutu barang atau jasa yang ditawarkan, dan hubungan kerja dalam perusahaan.
Prinsip ini paling problematik karena masih banyak pelaku bisnis melakukan
penipuan.
3. Prinsip Tidak
Berbuat Jahat dan Berbuat Baik. Prinsip ini mengarahkan agar kita secara aktif
dan maksimal berbuat baik atau menguntungkan orang lain, dan apabila hal itu
tidak bisa dilakukan, kita minimal tidak melakukan sesuatu yang merugikan orang
lain atau mitra bisnis.
4. Prinsip Keadilan.
Prinsip ini menuntut agar kita memberikan apa yang menjadi hak seseorang di
mana prestasi dibalas dengan kontra prestasi yang sama nilainya.
5. Prinsip Hormat Pada
Diri Sendiri. Prinsip ini mengarahkan agar kita memperlakukan seseorang
sebagaimana kita ingin diperlakukan dan tidak akan memperlakukan orang lain
sebagaimana kita tidak ingin diperlakukan.
'Stakeholder' adalah
kelompok atau individu yang dukungannya diperlukan demi kesejahteraan dan
kelangsungan hidup organisasi. Clarkson membagi stakeholder menjadi dua:
stakeholder primer dan stakeholder sekunder. Stakeholder primer adalah ‘pihak
di mana tanpa partisipasinya yang berkelanjutan organisasi tidak dapat
bertahan.’ Contohnya adalah pemegang saham, investor, pekerja, pelanggan, dan
pemasok. Menurut Clarkson, suatu perusahaan atau organisasi dapat didefinisikan
sebagai suatu sistem stakeholder primer – yang merupakan rangkaian kompleks hubungan
antara kelompok-kelompok kepentingan yang mempunyai hak, tujuan, harapan, dan
tanggung jawab yang berbeda. Stakeholder sekunder didefinisikan sebagai ‘pihak
yang mempengaruhi atau dipengaruhi oleh perusahaan, tapi mereka tidak terlibat
dalam transaksi dengan perusahaan dan tidak begitu penting untuk kelangsungan
hidup perusahaan.’ Contohnya adalah media dan berbagai kelompok kepentingan
tertentu. Perusahaan tidak bergantung pada kelompok ini untuk kelangsungan
hidupnya, tapi mereka bisa mempengaruhi kinerja perusahaan dengan mengganggu
kelancaran bisnis perusahaan. Clarkson (dalam artikel tahun 1994) juga telah
memberikan definisi yang bahkan lebih sempit lagi di mana stakeholder
didefinisikan sebagai suatu kelompok atau individu yang menanggung suatu jenis
risiko baik karena mereka telah melakukan investasi (material ataupun manusia)
di perusahaan tersebut (‘stakeholder sukarela’), ataupun karena mereka
menghadapi risiko akibat kegiatan perusahaan tersebut (‘stakeholder
non-sukarela’). Karena itu, stakeholder adalah pihak yang akan dipengaruhi
secara langsung oleh keputusan dan strategi perusahaan.
Jenis stakeholders :
1. Orang-orang yang akan dipengaruhi oleh
usaha dan dapat mempengaruhi tapi yang tidak terlibat langsung dengan melakukan
pekerjaan.
2. Di sektor swasta, orang-orang yang (atau
mungkin) terpengaruh oleh tindakan yang diambil oleh sebuah organisasi atau
kelompok. Contohnya adalah orang tua, anak-anak, pelanggan, pemilik, karyawan,
rekan, mitra, kontraktor, pemasok, orang-orang yang terkait atau terletak di
dekatnya. Setiap kelompok atau individu yang dapat mempengaruhi atau yang
dipengaruhi oleh pencapaian tujuan kelompok.
3. Seorang individu atau kelompok yang
memiliki kepentingan dalam sebuah kelompok atau kesuksesan organisasi dalam
memberikan hasil yang diharapkan dan dalam menjaga kelangsungan hidup kelompok
atau produk organisasi dan / atau jasa. Stakeholder pengaruh program, produk,
dan jasa.
4. Setiap organisasi, badan pemerintah, atau
individu yang memiliki saham di atau mungkin dipengaruhi oleh pendekatan yang
diberikan kepada regulasi lingkungan, pencegahan polusi, konservasi energi, dll
5. Seorang peserta dalam upaya mobilisasi
masyarakat, yang mewakili segmen tertentu dari masyarakat. Anggota dewan
sekolah, organisasi lingkungan, pejabat terpilih, kamar dagang perwakilan,
anggota dewan penasehat lingkungan, dan pemimpin agama adalah contoh dari
stakeholder lokal.
Pasar
(atau primer) Stakeholder - stakeholder biasanya internal, adalah mereka yang
terlibat dalam transaksi ekonomi dengan bisnis. (Untuk pemegang saham contoh,
pelanggan,pemasok,kreditor,dankaryawan)
Non Pasar (atau
Sekunder) Stakeholder - biasanya para pemangku kepentingan eksternal, adalah
mereka yang - meskipun mereka tidak terlibat dalam pertukaran ekonomi langsung
dengan bisnis - dipengaruhi oleh atau dapat mempengaruhi tindakannya. (Misalnya
masyarakat umum, masyarakat, kelompok aktivis, kelompok dukungan bisnis, dan
media)
Utilitarianisme
dikembangkan oleh Jeremy Bentham (1784 – 1832). Dalam ajarannya
Ultilitarianisme itu pada intinya adalah “ Bagaimana menilai baik atau buruknya
kebijaksanaan sospol, ekonomi dan legal secara moral” (bagaimana menilai
kebijakan public yang memberikan dampak baik bagi sebanyak mungkin orang secara
moral).
Etika
Ultilitarianisme, kebijaksanaan dan kegiatan bisnis sama – sama bersifat
teologis. Artinya keduanya selalu mengacu pada tujuan dan mendasar pada baik
atau buruknya suatu keputusan.
ü Keputusan Etis = Utilitarianisme
ü Keputusan Bisnis = Kebijakan Bisnis
Ada dua kemungkinan
dalam menentukan kebijakaan publik yaitu kemungkinan diterima oleh sebagian
kalangan atau menerima kutukan dari sekelompok orang atas ketidaksukaan atas
kebijakan yang dibuat.
Bentham menemukan dasar
yang paling objektif dalam menentukan kebijakan umum atau publik yaitu : apakah
kebijakan atau suatu tindakan tertentu dapat memberikan manfaat atau hasil yang
berguna atau bahkan sebaliknya memberi kerugian untuk orang – orang tertentu.
1.Kriteria dan Prinsip
Utilitarianisme
Ada tiga kriteria
objektif dijadikan dasar objektif sekaligus norma untuk menilai kebijaksanaan
atau tindakan.
a.Manfaat : bahwa
kebijkaan atau tindakan tertentu dapat mandatangkan manfaat atau kegunaan
tertentu.
b.Manfaat terbesar :
sama halnya seperti yang di atas, mendatangkan manfaat yang lebih besar dalam
situasi yang lebih besar. Tujuannya meminimisasikan kerugian sekecil mungkin.
c.Pertanyaan mengenai
menfaat : manfatnya untuk siapa? Saya, dia, mereka atau kita.
Kriteria yang sekaligus
menjadi pegangan objektif etika Utilitarianisme adalah manfaat terbesar bagi
sebanyak mungkin orang.
Dengan kata lain,
kebijakan atau tindakan yang baik dan tepat dari segi etis menurut
Utilitarianisme adalah kebijakan atau tindakan yang membawa manfaat terbesar
bagi sebanyak mungkin orang atau tindakan yang memberika kerugian bagi sekecil
orang / kelompok tertentu.
Atas dasar ketiga
Kriteria tersebut, etika Utilitarianisme memiliki tiga pegangan yaitu :
1.
Tindakan yang baik dan tepat secara
moral
2.
Tindakan yang bermanfaat besar
3.
Manfaat yang paling besar untuk paling
banyak orang.
Dari ketiga prinsip di
atas dapat dirumuskan sebagai berikut :
“ bertindaklah
sedemikian rupa, sehingga tindakan itu mendatangkan keuntungan sebesar mungkin
bagi sebanyak orang mungkin”.
2.Nilai positif etika
ultilitarinisme
etika ultilitarinisme
tidak memaksakn sesuatu yang asing pada kita. Etika ini justru
mensistematisasikan dan memformulasikan secara jelas apa yang menurut
penganutnya dilakukan oleh kita sehari–hari.
Etika
ini sesungguhnya mengambarkan apa yang sesungguhnya dilakukan oleh orang secara
rasional dalam mengambil keputusan dalam hidup, khususnya dalam haal morl dn
juga bisnis.
Nilai positif etika
ultilitarinisme adalah
a.Rasionlitasnya.
Prinsip moral yang diajukan oleh etika ultilitarinisme tidak didasarakan pada
aturan – aturan kaku yang mungkin tidak kita pahami.
b.Universalitas.
Mengutamakan manfaat atau akibat baik dari suatu tindakan bagi banyak orang
yang melakukan tindakan itu.
Dasar pemikirannya
adalah bahwa kepentingan orang sama bobotnya. Artinya yang baik bagi saya, yang
baik juga bagi orang lain.
Will Kymlicka,
menegaskan bahwa etika ultilitarinisme mempunyai 2 daya tarik yaitu :
a.etika ultilitarinisme
sejalan dengan instuisi moral semua manusia bahwa kesejahterahan manusi adalah
yang paling pokok bagi etika dan moralitas
b.etika ultilitarinisme
sejalan dengan instuisi kita bahwa semua kaidah moral dan tujuan tindakan
manusia harus dipertimbangkan, dinilai dn diuji berdsarkan akibatnya bagi kesejahterahan
manusia.
3.etika ultilitarinisme
sebagai proses dan standar penilaian
etika ultilitarinisme
juga dipakai sebagai standar penilaian bagi tindakan atau kebijakan yang telah
dilakukan. Keriteria – keriteria di atas dipakai sebagai penilai untuk
mengetahui apakah tindakan atau kebijakan itu baik atau tidk untuk dijalankan.
Yang paling pokok adalah tindakan atau kebijakan yng telah terjadi berdasarkan
akibat dan konsekuensinya yaitu sejauh mana ia menghasilkan hasil terbaik bagi
banyak orang.
Sebagai penilaian atas
tindakan atau kebijakasanaan yang sudah terjadi, criteria etika ultilitarinisme
dapat juga sekligus berfungsi sebagai sasaran atau tujuan ketika kebijaksanaan
atau program tertentu yng telah dijalankan itu akan direvisi.
4.Analisis keuntungan
dan kerugian
etika ultilitarinisme
sangat cocok dipakai untuk membuat perencanaan dan evaluasi bagi tindakan atau
kebijakan yang berkaitan dengan orang banyak. Dipakai secara sadar atau tidaak
sadar dalam bidang ekonomi, social, politik yang menyangkut kepentinagan orang
banyak.
5.Kelemahan etika
ultilitarinisme
a.Manfaat merupakan
sebuah konsep yang begitu luas sehingga dalam praktiknya malah menimbulkan
kesulitan yang tidak sedikit. Kaarena manfaat manusia berbeda yang 1 dengan
yanag lainnya.
b.Persoalan klasik yang
lebih filosofis adalag bahwa etika ultilitarinisme tidak pernaah menganggap
serius suatu tindakan pada dirinya sendiri dan hanya memperhatikan nilai dari
suatu tindakan sejauh kaitan dengan akibatnya. Padahal, sangat mungkin terjadi
suatu tindaakan pada dasarnya tidak baik, tetapi ternyata mendatangkan
keuntungan atau manfaat
c.etika ultilitarinisme
tidk pernah menganggap serius kemauan atau motivasi baik seseorang
d.variable yang dinilai
tidaak semuanya bisa dikuantifikasi. Karena itu sulit mengukur dan
membandingkan keuntungan dan kerugian hanya berdasarkan variable yang ada.
e.Kesulitan dalam
menentukan prioritas mana yang paling diutamakan.
f.Bahwa etika
ultilitarinisme membenarkan hak kelompok minoritas tertentu dikorbankan demi
kepentingn mayoritas. Yang artinya etika ultilitarinisme membenarkan penindasan
dan ketidakadilan demi manfaat yang lebih bagi sekelompok orang.
6.Jalan keluar
Para
filsuf yang menganut etika ultilitarianisme antara lain menaanggapi kritik tas
kelemahan = kelemahan etika ini dengan membuat perbedaan antara
ultilitarianisme aturan dan ultilitarianisme tindakan.
Itu
berarti bukanlah suatu tindakan medapatkan manfaat terbesar bagi banyak orang
tetapi yang pertama kali ditanyakan adalah apakah tindakan itu sesuai dengan
aturan moral yang harus diikuti oleh semua orang. Jadi dalam hal ini suatu
tindakan dapat dilakukan jika dapat memenhuni atau sesuai dengan aturan moral
yang berlaku lalu dari situ baru kita dapat tentukan apakah tindakan tersebut
dapat mendatangkan manfaat bagi sebesar mungkin orang.
Dengan
cara ini kita bisa mempertimbangkan secaraa serius semua hak dan kepentingan
semua pihak terkait secara sama tanpa memihak, termasuk hak dan kepentingan
kita (contohnya perusahaan). Dengan demikiaan pada akhirnya kita bis sampai
pada jalan keluar yang dapat dianggap paling maksimal menampung kepentingan
semua pihak yang terkait dan memuaskan semua pihak, walaupun bukan yang paling
sempurna.
Inti
dari etika ultilitarianisme adalah harapan agar kebijaksanaan atau tindakan
bisnis apa pun dan dari peusahaan manapun akan bermanfaat bagi semua pihak yang
terkait yang berkepentingan, terutama dalam jangka panjang. Tetapi kalau ini
tidak memungkinkan, dimana ada pihak yang dikorbankan.
Syarat Bagi Tanggung
Jawab Moral
Dalam
membahas prinsip-prinsip etika profesi dan prinsip-prinsip etika bisnis, kita
telah menyinggung tanggung jawab sebagai salah satu prinsip etika yang penting.
Persoalan pelik yang harus dijawab pada tempat pertama adalah manakala kondisi
bagi adanya tanggung jawab moral. Manakah kondisi yang relevan yang
memungkinkan kita menuntut agar seseorang bertanggung jawab atas tindakannya.
Ini sangat penting, karena tidak sering kita menemukan orang yang mengatakan
bahwa tindakan itu bukan tanggung jawabku.
Paling
sedikit ada tiga syarat penting bagi tanggung jawab moral. Pertama, tanggung
jawab mengandaikan bahwa suatu tindakan dilakukan dengan sadar dan tahu.
Tanggung jawab hanya bisa dituntut dari seseorang kalau ia bertindak dengan
sadar dan tahu akan tindakannya itu serta konsekwensi dari tindakannya. Hanya
kalau seseorang bertindak dengan sadar dan tahu, baru relevan bagi kita untuk
menuntut tanggung jawab dan pertanggungjawaban moral atas tindakannya itu.
Ini
juga mengandaikan bahwa pelakunya tahu mengenai baik dan buruk. Ia tahu bahwa
tindakan atau prilaku tertentu secara moral buruk sementara tindakan atau
prilaku yang lain secara moral baik. Kalau seseorang tidak tahu mengenai baik
dan buruk secara moral, dia dengan sendirinya tidak bisa punya tanggung jawab
atas tindakannya. Ia dianggap sebagai innocent, orang yang lugu, yang tak
bersalah. Contoh yang paling relevan di sini adalah anak kecil. Anak kecil
tidak tahu mengenai baik dan buruk secara moral. Karena itu, ucapan atau
tindakan tertentu yang dilakukannya secara spontan, yang dalam perspektif moral
tidak baik, kasar atau jorok, sesungguhnya tidak punya kualitas moral sama
sekali. Sebabnya dia tidak tahu mengenai baik buruk secara moral.
Dengan demikian, syarat
pertama bagi tanggung jawab moral atas suatu tindakan adalah bahwa tindakan itu
dijalankan oleh pribadi yang rasional. Pribadi yang kemampuan akal budinya
sudah matang dan dapat berfungsi secara normal. Pribadi itu paham betul akan
apa yang dilakukannya.
Kedua,
tanggung jawab juga mengandalkan adanya kebebasan pada tempat pertama. Artinya,
tanggung jawab hanya mungkin relevan dan dituntut dari seseorang atas
tindakannya, jika tindakannya itu dilakukannya secara bebas. Jadi, jika
seseorang terpaksa atau dipaksa melakukan suatu tindakan, secara moral ia tidak
bisa dituntut bertanggung jawab atas tindakan itu. Hanya orang yang bebas dalam
melakukan sesuatu bisa bertanggung jawab atas tindakannya.
Ketiga,
tanggung jawab juga mensyaratkan bahwa orang yang melakukan tindakan tertentu
memang mau melakukan tindakan itu. Ia sendiri mau dan bersedia melakukan
tindakan itu.
Sehubungan dengan
tanggung jawab moral, berlaku prinsip yang disebut the principle of alternate
possibilities. Menurut prinsip ini, seseorang bertanggung jawab moral atas
tindakan yang telah dilakukannya hanya kalau ia bisa bertindak secara lain.
Artinya, hanya kalau masih ada alternative baginya untuk bertindak secara lain,
yang tidak lain berarti ia tidak dalam keadaan terpaksa melakukan tindakan itu.
Menurut
Harry Frankfurt, prinsip ini tidak sepenuhnya benar. Sebabnya, seseorang masih
bisa tetap bertanggung jawab atas tindakannya kalaupun ia tidak punya
kemungkinan lain untuk bertindak secara lain. Artinya, kalaupun tindakan itu
dilakukan di bawah ancaman sekalipun, misalnya, tetapi jika ia sendiri memang
mau melakukan tindakan itu, ia tetap bertanggung jawab atas tindakannya.
2. Status Perusahaan
Perusahaan
adalah sebuah badan hukum. Artinya, perusahaan dibentuk berdasarkan badan hukum
tertentu dan disahkan dengan hukum atau aturan legal tertentu. Karena itu,
keberadaannya dijamin dan sah menurut hukum tertentu. Itu berarti perusahaan
adalah bentukan manusia, yang eksistensinya diikat berdasarkan aturan hukum
yang sah.
Sebagai badan hukum,
perusahaan mempunyai hak-hak legal tertentu sebagaimana dimiliki oleh manusia.
Misalnya, hak milik pribadi, hak paten, hak atas merek tertentu, dan
sebagainya. Sejalan dengan itu, perusahaan juga mempunyai kewajibanlegal untuk
menghormati hak legal perusahaan lain, yaitu tidak boleh merampas hak
perusahaan lain. Perusahaan hanyalah badan hukum, dan bukan pribadi. Sebagai
badan hukum perusahaan mempunyai hak dan kewajiban legal, tetapi tidak dengan
sendirinya berarti perusahaan juga mempunyai hak dan kewajiban moral.
De
George secara khusus membedakan dua macam pandangan mengenai status perusahaan.
Pertama,pandangan legal-creator, yang melihat perusahaan sebagai sepenuhnya
ciptaan hukum, dan karena itu ada hanya berdasarkan hukum.
Kedua,
pandangan legal-recognation yang tidak memusatkan perhatian pada status legal
perusahaan melainkan pada perusahaan sebagai suatu usaha bebas dan produktif.
Karena,
menurut pandangan kedua, perusahaan bukan bentukan Negara atau masyarakat, maka
perusahaan menetapkan sendiri tujuannya dan beroprasi sedemikian rupa untuk
mencapai tujuannya itu. Ini berarti, karena perusahaan dibentuk untuk mencapai
kepentingan para pendirinya, maka dalam aktivitasnya perusahaan memang melayani
masyarakat, tapi bukan itu tujuan utamanya. Pelayanan masyarakat hanyalah saran
untuk mencapai tujuannya, yaitu mencari keuntungan.
Berdasarkan
pemahaman mengenai status perusahaan di atas, dapat disimpulkan bahwa
perusahaan memang mempunyai tanggung jawab, tetapi hanya terbatas pada tanggung
jawab legal, yaitu tanggung jawab memenuhi aturan hukum yang ada.
Dalam
kerangka pemikiran bahwa tanggung jawab hanya bisa dituntut dari pelaku yang
tahu, bebas, dan mau, Milton Friedman dengan tegas mengatakan bahwa hanya
manusia yang mempunyai tanggung jawab.
3. Lingkup Tanggung
Jawab Sosial
Pada tempat pertama
harus dikatakan bahwa tanggung jawab sosial menunjukkan kepedulian perusahaan
terhadap kepentingan pihak-pihak lain secara lebih luas daripada sekedar
terhadap kepentingan perusahaan belaka. Dengan konsep tanggung jawab sosial
perusahaan mau dikatakan bahwa kendati secara moral adalah adalah baik bahwa
perusahaan mengejar keuntungan, tidak dengan sendirinya perusahaan dibenarkan
untuk mencapai keuntungan itu dengan mengorbankan kepentingan pihak lain,
termasuk kepentingan masyarakat luas.
Konsep tanggung jawab
sosial perusahaan sesungguhnya mengacu pada kenyataan, sebagaimana telah
dikatakan di atas, bahwa perusahaan adalah badan hukum yang dibentuk manusia
dan terdiri dari manusia. Ini menunjukkan sebagaimana halnya manusia tidak bisa
hidup tanpa orang lain, demikian pula perusahaan, tidak bisa hidup, tidak bisa
beroprasi, dan memperoleh keuntungan bisnis tanpa pihak lain.
Ada beberapa alasan
yang dapat dijadikan dasar bagi keterlibatan perusahaan dalam berbagai kegiatan
sosial. Pertama, karena perusahaan dan seluruh karyawannya adalah bagian
integral dari masyarakat setempat.
Kedua, perusahaan telah
diuntungkan dengan mendapat hak untuk mengelola sumber daya alam yang ada dalam
masyarakat tersebut dengan mendapat keuntungan bagi perusahaan tersebut.
Ketiga, dengan tanggung
jawab sosial melalui berbagai kegiatan sosial, perusahaan memperlihatkan
komitmen moralnya untuk tidak melakukan kegiatan-kegiatan bisnis tertentu yang
dapat merugikan kepentingan masyarakat luas.
Keempat, dengan
keterlibatan sosial, perusahaan tersebut menjalin hubungan sosial yang lebih
baik dengan masyarakat dan dengan demikian perusahaan tersebut akan lebih
diterima kehadirannya dalam masyarakat tersebut.
4. Argumen yang
Menentang Perlunya Keterlibatan Sosial Perusahaan
a. Tujuan utama bisnis
adalah mengejar keuntungan sebesar-besarnya
Argumen paling keras
yang menentang keterlibatan perusahaan dalam berbagai kegiatan sosial sebagai
wujud tanggung jawab sosial perusahaan adalah paham dasar bahwa tujuan utama,
bahkan satu-satunya, dari kegiatan bisnis adalah mengejar keuntungan
sebesar-besarnya.
b. Tujuan yang
terbagi-bagi dan harapan yang membingungkan
Bahwa keterlibatan
sosial sebagai wujud tanggung jawab sosial perusahaan akan menimbulkan minat
dan perhatian yang bermacam-macam, yang pada akhirnya akan mengalihkan, bahkan
mengacaukan perhatian para pimpinan perusahaan. Asumsinya, keberhasilan perusahaan
dalam bisnis modern penuh persaingan yang ketat sangat ditentukan oleh
konsentrasi seluruh perusahaan, yang ditentukan oleh konsentrasi pimpinan
perusahaan, pada core business-nya.
c. Biaya keterlibatan
sosial
Keterlibatan sosial
sebagai wujud dari tanggung jawab sosial perusahaan malah dianggap memberatkan
masyarakat. Alasannya, biaya yang digunakan untuk keterlibatan sosial
perusahaan itu byukan biaya yang disediakan oleh perusahaan itu, melainkan
merupakan biaya yang telah diperhitungkan sebagai salah satu komponen dalam
harga barang dan jasa yang ditawarkan dalam pasar.
d. Kurangnya tenaga
terampil di bidang kegiatan sosial
Argumen ini menegaskan
kembali mitos bisnis amoral yang telah kita lihat di depan. Dengan argumen ini
dikatakan bahwa para pemimpin perusahaan tidak professional dalam membuat
pilihan dan keputusan moral. Asumsinya, keterlibatan perusahaan dalam berbagai
kegiatan sosial adalah kegiatan yang lebih bernuansa moral, karitatif dan
sosial.
5. Argumen yang
Mendukung Perlunya Keterlibatan Sosial Perusahaan
a. Kebutuhan dan
harapan masyarakat yang semakin berubah
Setiap kegiatan bisnis
dimaksudkan untuk mendatangkan keuntungan. Ini tidak bisa disangkal. Namun
dalam masyarakat yang semakin berubah, kebutuhan dan harapan masyarakat terhadap
bisnis pun ikut berubah. Karena itu, untuk bisa bertahan dan berhasil dalam
persaingan bisnis modern yang ketat ini, para pelaku bisnis semakin menyadari
bahwaa mereka tidak bisa begitu saja hanya memusatkan perhatian pada upaya
mendatngkan keuntungan sebesar-besarnya.
b. Terbatasnya sumber
daya alam
Argumen ini didasarkan
pada kenyataan bahwa bumi kita ini mempunyai sumber daya alam yang terbatas.
Bisnis justru berlangsung dalam kenyataan ini, dengan berupaya memanfaatkan
secara bertanggung jawab dan bijaksana sumber daya yang terbatas itu demi
memenuhi kebutuhan manusia. Maka, bisnis diharapkan untuk tidak hanya
mengeksploitasi sumber daya alam yang terbatas itu demi keuntungan ekonomis,
melainkan juga ikut melakukan kegiatan sosial tertentu yang terutama bertujuan
untuk memelihara sumber daya alam.
c. Lingkungan sosial
yang lebih baik
Bisnis berlangsung
dalam suatu lingkungan sosial yang mendukung kelangsungan dan keberhasilan
bisnis itu untuk masa yang panjang. Ini punya implikasi etis bahwa bisnis mempunyai
kewajiban dan tanggung jawab moral dan sosial untuk memperbaiki lingkungan
sosialnya kea rah yang lebih baik.
d. Pertimbangan
tanggung jawab dan kekuasaan
Keterlibatan sosial
khususnya, maupun tanggung jawab sosial perusahaan secara keseluruhan, juga
dilihat sebagai suatu pengimbang bagi kekuasaan bisnis modern yang semakin
raksasa dewasa ini. Alasannya, bisnis mempunyai kekuasaan sosial yang sangat
besar.
e. Bisnis mempunyai
sumber-sumber daya yang berguna
Argumen ini akan
mengatakan bahwa bisnis atau perusahaan sesungguhnya mempunyai sumber daya yang
sangat potensial dan berguna bagi masyarakat. Perusahaan tidak hanya punya
dana, melainkan juga tenaga professional dalam segala bidang yang dapat
dimanfaatkan atau dapat disumbangkan bagi kepentingan kemajuan masyarakat .
f. Keuntungan jangka
panjang
Argumen ini akan
menunjukkan bahwa bagi perusahaan, tanggung jawab sosial secara keseluruhan,
termasuk keterlibatan perusahaan dalam berbagai kegiatan sosial merupakan suatu
nilai yang sangat positif bagi perkembangan dan kelangsungan pengusaha itu
dalam jangka panjang.
6. Implementasi
Tanggung Jawab Sosial Perusahaan
Prinsip utama dalam
suatu organisasi profesional, termasuk perusahaan, adalah bahwa struktur
mengikuti strategi. Artinya, struktur suatu organisasi didasarkan dan
ditentukan oleh strategi dari organisasi atau perusahaan itu.
Strategi umumnya
menetapkan dan menggariskan arah yang akan ditempuh oleh perusahaan dalam
menjalankan kegiatan bisnisnya demi mencapai tujuan dan misi sesuai dengan
nilai yang dianut perusahaan itu.